----------------------------

English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Selasa, 05 April 2011

Anak Laki-lakiku = Pelindung Keluargaku

okezone.com. - “ANDI, tolong jagain Sheila dan Sarah main ya, Mama mau ke rumah tante Irene sebentar,” ujar Angelina kepada putra sulungnya yang baru berusia 7 tahun. Sedangkan pada situasi yang lain, “Kalau sudah besar nanti, kamu harus menjaga Kakakmu ya, Dek. Kamu kan laki-laki!” pesan Dea kepada Kevin, si bungsu.

Nah, bagaimana dengan Moms? Apakah si jagoan juga diminta untuk menjadi ‘pelindung atau penjaga’ saudara perempuannya?‘Tuntutan’ Lebih Bagi Anak Lelaki

Memang, menurut Linawaty Mustopoh, S.Psi, Psikolog, ada perbedaan ‘tuntutan’ antara lelaki dan perempuan dilihat dari sisi gender, budaya dan agama. Sebagai lelaki, kelak dia menjadi kepala keluarga, suami, bapak, pencari nafkah, diharapkan memiliki ‘status’ dalam masyarakat. Selanjutnya, fisiknya yang lebih besar dan kuat dianggap sanggup menghadapi masalah. Dari unsur budaya, dalam sistem patriarkal - berpusat pada lelaki -, muncul ‘tuntutan’ lebih, misalnya pencari nafkah utama.

Sedangkan menurut agama, lelaki dalam keluarga mendapat peran sebagai imam.
Namun, ada ‘tuntutan’ lain yang berlaku pada masyarakat, misalnya Indonesia: anak laki-laki HARUS bisa menjaga adiknya, menjaga sikap, berprestasi agar menjadi teladan saudaranya, jika dia sulung, tidak boleh menangis dan terlarut emosi yang sentimentil, tidak boleh manja, tidak boleh menyerah, membantu orangtua, dan mengarahkan adik atau kakak perempuannya.

Hal di atas diamini oleh Aprilianto M.Psi, Psikolog dari D'essential Human Resource and Psychological Consultant. Pada prinsipnya, baik anak lelaki maupun perempuan memiliki tuntutan yang sama, yakni belajar bertanggung jawab secara personal (merawat diri); sosial (bersepakat dengan orang lain); dan profesional (tuntas dan taat etika).

Anak Lelaki = Anak Perempuan

Terlahir sebagai lelaki ataupun perempuan adalah anugerah. Meski begitu, menurut Aprilianto, perlakukan setiap anak, entah itu anak lelaki atau perempuan haruslah sesuai kondisi dan kebutuhan masing-masing untuk membangun konsep diri yang sehat. Inilah yang disebut konteks personal.

Dalam konteks sosial dan profesional pun, mereka tetap mendapat perlakuan yang sama. Dan kuncinya ialah kesepakatan dan kesetiaan terhadap komitmen.

“Orangtua sebaiknya memberikan pengasuhan secara proporsional sehingga anak dapat berkembang dan menjadi pribadi seutuhnya. Aktivitas boleh berbeda, namun tujuannya tetap sama. Misal, mengembangkan pribadi yang disiplin, bertanggung jawab, dan memberikan kontribusi lebih kepada masyarakat kelak,” saran Linawaty.

Pelindung Kaum Hawa

Sebenarnya, anak lelaki entah itu dalam posisi sulung, tengah atau bungsu sekalipun, tetap mendapat ‘porsi’ penting dalam keluarga.

“Biasanya, dia mendapat perhatian dan fasilitas penuh. Karena kelak dia menjadi kepala keluarga, maka dia mendapat ‘beban’ yang lebih besar ketimbang anak perempuan. Apalagi bila dia anak tengah. Selain menjaga keluarga, dia akan diarahkan untuk melindungi kakak dan adik perempuannya,” tutur Linawaty, Psikolog dari Experd Consultant.

Memang, lanjut Aprilianto, sebagian besar masyarakat menganut asas ‘garis lelaki’ dimana sosok lelaki dipahami menjadi kelompok khusus yang lebih terhormat dan dimaknai sebagai sosok andalan.

Antara Beban dan Tidak Terbebani

Biasanya, permintaan ‘menjaga’ adik perempuan akan menjadi masalah jika si sulung yang notabene laki-laki sudah memiliki geng teman sebaya (peer group). Bisa dibayangkan dong, apa jadinya? Tak pelak, akan muncul sebutan dari teman-temannya, misalnya si pengasuh adik. Atau hal lain yang mungkin timbul adalah dia lelah dan stres karena harus menjadi yang terbaik dalam pelajaran. Menjadi beban atau tidaknya ‘peran’ ini, bergantung pada pola asuh dan bimbingan yang diberikan keluarga. Tidak akan menjadi beban, jika anak sudah memahami tujuan dari penugasan ‘lebih’ kepada dirinya.

Umpamanya, Moms memberikan reward kepadanya setiap kali dia menjaga adik-adiknya. Ya, Anda bisa memberikan kecupan sayang atau ucapkan, “Kak, Mama bangga kepadamu! Terima kasih, Sayang ” Niscaya, anak merasa dirinya dihargai dan tumbuh tanggung jawab melindungi sang adik, tanpa diminta Moms sekalipun.

Namun, jangan pernah ucapkan, “Kakak, jaga adik-adik. Awas ya kalau sampai mereka terluka!” Perkataan itu terkesan sebagai perintah dan bukan tidak mungkin dia akan melawan permintaan Moms. Selain itu, anak juga bisa merasa dialah yang lebih benar, lebih kuat dan lebih dominan. Sifat negatif ini bukan saja berdampak terhadap orang lain tapi juga saudara perempuannya.

‘Me Time’ Bagi Anak Lelaki

Setiap individu memerlukan waktu bagi dirinya sendiri, termasuk anak lelaki. Linawaty menyebutkan anak lelaki memerlukan waktu untuk menikmati permainan bersama teman sebaya. Sehingga, dia ‘terbebas’ sementara dari tuntutan untuk menjadi yang lebih besar, bijaksana, pintar atau lebih segalanya. Inilah yang memberikan keseimbangan anak dalam menjalani perannya, baik sebagai anak ataupun saudara lelaki.

Pola Asuh untuk si Jagoan Cilik

1. Berilah peran dan tanggung jawab dengan penjelasan tujuan bagi hidupnya kelak. Sehingga, dia dapat memahami dan menginginkan peran lebih yang diberikan kepadanya.

2. Asuhlah secara proporsional anak lelaki agar dapat mengembangkan diri menjadi pelindung, namun tidak mengurangi sisi emosionalnya. Ambil contoh, dia boleh menangis ketika menghadapi masalah, tapi tetap bangkit menemukan solusinya.

3. Biarkan dia menikmati kegiatannya, sehingga dia menjadi pribadi yang seimbang. Selain itu, mintalah kepada saudara perempuan belajar untuk tidak sepenuhnya bergantung kepada anak lelaki.

4. Perlakukan dia sama seperti saudara perempuannya, walau tugas berbeda. Sehingga, pembagian tugas perlu dibangun dalam asas kesepakatan, bukan perintah (instruksi).

5. Perlakukan dia sesuai kondisi alamiahnya.

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More